Jumat, 26 Maret 2010

Tak Kuasa Menahan Asa

Saat itu tiada nafas yang tertinggal, hanya asa dan harapan yang membuatku semangat untuk hidup. Dan segera tersadar dari mimpi buruk yang memang itu merupakan kenyataan pahit dalam hidupku. Masih bisa syukur ku ucap pada sang Pencipta, ada orang yang mau memberi nasehat.

Ini berawal dari pertengkaran dengan adekku Hanafi. Kami sama-sama keras dan gak ada yang mau mengalah, sehingga pertengkaran pun terjadi. Para tetangga merasa terganggu dan mencap kami anak yang gak berpendidikan. Sehingga keluargaku malu mendengar pernyataan itu.

Aku gak mau mengalah dan tanganku melayang dengan ringan sehingga menampar pipi halus Hanafi. “Aduuh.... sakit” jerit Hanafi. Aku khilaf dan merasa bersalah, gak seharusnya aku melakukan perbuatan tersebut. Apalagi aku yang lebih tua, dan sebagai seorang kakak gak pantas untuk menasehatinya pakai cara kasar. Aku pun lari....

Lari dan terus berlari, akhirnya aku menemukan sebuah gubuk tua Yang terawat rapi oleh pemiliknya. Hujan lebatpun turun membasahi sekujur tubuhku. Aku menggigil kedinginan..., aku terkejut ketika lelaki tua menyapaku dan menyyuruhku masuk ke dalam rumahnya yang sederhana. Aku disuguhi teh hangat dan aku dipinjamkan baju anaknya. Sekarang beliau hanya tinggal berdua dengan istrinya. Mereka hidup dengan rukun, dan amat romantis.

Mereka amat baik padaku, “Siapa namamu nak, dan dari mana??”, saya Dinda nek dari Pasar Lama*. Nama yang bagus, tapi kalau nenek perhatikan kamu lari dari rumah ya nak? Benarkan?? “iya nek”.
“Kenapa kamu lari dari rumah nak?, apa kamu punya masalah??”, kata nenek.
“iya nek, masalah yang sangat berat sekali”, jawabku.
Apapun dan berapa banyakpun masalahnya, pasti ada penyelesaiannnya. Allah sedang mengji Dinda, dan Allah gak bakalan menguji hambanya diluar batas kemampuan hambanya, begitu pula dengan Dinda. Itu tandanya Allah sayang sama Dinda. Nah sekarang ceritakanlah apa masalah yang sedang menimpa Dinda.

Aku pun menunduk dan berfikir, mungkinkah aku menceritakan apa yang sedang terjadi sama orang yang baru dikenal, aku diliputi keraguan.
“kamu gak boleh ragu nak, mungkin saja jika kamu menceritakannya, kamu akan sedikit lega dan kemungkinan nenek bisa membantu untuk mencarikan solusi yang terbaik buat Dinda”.
Walaupun masih ada keraguan akhirnya aku menceritakannya. Ayahku seorang pengangguran, dan yang bekerja hanyalah ibuku. Ayah kadang kalau ada dapat job, baru bisa nambah penghasilan. Kalau gak, kita hanya bisa bersabar. Aku anak pertama dari empat bersaudara. Aku mempunyai adik laki-laki yang bernama Hanafi. Dia sangat bandel sekali, dan gak mau mendengarkan nasehat orangtua. Dia suka merokok, uang jajan yang diberikan ibu selalu dibelikannya untuk rokok. Dan bikin sebelnya dia sering buat ibu menangis melihat kelakuannya. Jika keinginannya gak dipenuhi, maka keluarlah kata-kata jorok yang gak enak didengar. Tuturku sambil isak tangis”

Aku sering bertengkar dengannya, hanya karena menasehatinya dan seperti biasa dia mengeluarkan kata-kata kotor. Kata-kata yang gak boleh dilontarkan, apalagi anak sebesar dia.
“Astaghfirullah”.....
Aku sangat kesel dan gak seneng mendengar perkataannya, akhirnya aku menamparnya hingga dia kesakitan. Aku sangat menyesal nek. Dan mengingat kejadiannya itu, aku hampir saja tuntuk mengakhiri hidupku, tapi untungnya aku cepat sadar karena gak sanggup untuk menghadap Yang Diatas

Untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah gak boleh dengan emosi, kalau Dinda lagi berdiri, maka duduklah, jika duduk, maka tidurlah. Kalau itu gak bisa, maka ambillah wudhu dan shalat setelah itu baca Alquran. Ingat nak, dengan baca Alquran maka hati akan tenang dan tenteram. Mengadulah sama Allah,

Nah, untuk menasehati Hanafi harus dengan cara yang lembut, mana tau dia bisa menurut. Setidaknya gak mengeluarkan kata-kata kotor tadi. Pulanglah nak !! dan minta maaf sama adekmu, perbanyak istighfar... niscaya Allah akan memudahkan segala perbuatan baikmu, dan meringankan masalah Dinda, walaupun berat maka hadaplah dengan lapang dada dan sabar. O y, Dinda jangan pernah tinggalkan dan mlalaikan shalat.

Aku terpaku mendengar perkataan nenek, beliau telah membuat hatiku tersentuh. Dirumah sangat jarang sekali orang shalat, walaupun ada palingan Ibu, kalau aku masih ada yang bolong-bolong. Aku menyadari bahwa aku sudah melupakan yang telah menciptakanku yakni Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Allah ampunilah segala dosaku, mungkin aku sering meninggalkannya dan kurang menyukuri nikmat yang telah Engkau berikan padaku.
“Terima kasih nek atas segala kebaikannya”, aku pamit dulu.
*****************

1 komentar:

  1. Ini baru PART 1, masih ada lanjutannya...
    Ditunggu saran dan komentarnya yah... ^_^

    BalasHapus