Selasa, 30 Maret 2010

Tak Kuasa Menahan Asa #2#

Aku pulang dengan hati yang lega, pulang memiliki tujuan dan penuh arti. Aku berjanji akan berubah, ucapku dalam hati. Langit yang cerah bertaburan bintang-bintang nan indah, seindah hatiku saat ini. Ibu, ayah, saudaraku, ini aku sebenarnya DINDA seorang yang TEGAR.....

“Assalamu’alaikum.....

“Wa’alaikumsalam..... Dinda, kamu udah pulang nak?? Kami semua mencemaskanmu. Kamu kemana ajh?? Syukurlah din, kamu gak apa-apa”, ujar ibu dengan suara yang terbata-bata.

“iya, Dinda gak apa-apa kok bu.. btw, Hanafi ada dimana bu?”
Dia ada di kamar, jawab ibu. Tapi kamu harus ngomong ma dia baik-baik, jangan sampai dia ngelawan lagi. Nasehatin ajah dia dengan baik-baik. Dia itu sebenarnya anak baik, ini terjadi karena pergaulannya saja dan lingkungan yang gak baik. Tadi ibu sudah menasehatinya.

Ok bu, Dinda Cuma mau mintaaf maaf kok.
Dindapun menemui Hanafi, Dinda harus minta maaf dan gak bakalan mengulanginya lagi. Apapun tanggapan Hanafi nanti, whatever no problem.

Tok..tok..tok...
Hanafi,,, ini kakak... Boleh kah kakak masuk??
“ Untuk apa loe masuk ke kamar gue?? “, jawab Hanafi. Sabar Din, ini hanya ocehan Hanafi yang gak berguna jawabku menenangkan dalam hati.
“ Dek, kakak mau minta maaf atas kejadian tadi siang.. Please, boleh ya kakak masuk? “ bujuk ku.

Ok, loe boleh masuk. Tapi, jangan sampai loe omelin gue lagi.
Hanafi, kakak minta maaf ya atas kejadian tadi siang. Kakak gak sengaja menampar kamu, kakak khilaf. Tapi, kamu juga harus janji jangan mengulangi hal yag sama. Kamu sayang sama ibu kan? Kamu gak mau membuat ibu menangis lagi, coba nih lihat tampang kamu, sudah ceking kayak gini. Kamu harus berubah dek, tuturku dengan lembut.
Wah, loe mulai lagi melin gue. Gak bakalan gue maafin. HANAFI....!!! kakak sayang sama kamu, itu makanya kakak ngasih tau. Ini demi kebaikan kamu, dan kebaikan kita bersama kataku dengan emosinya. Up to you, kamu dengar atau gak.

So, kenapa loe masih disini?? Gue atau loe yang keluar dari kamar ini? Tantang Hanfi. Aku ingat apa tujuan aku menemui dia, minta maaf.
Hanafi sayang, kakak gak bermaksud untuk menceramahi kamu dek. Jangan pke loe gue dech. Gak enak didengar, kata ibu kamu udah berjanji akan jadi anak yang baik, anak yang berguna, dan berbakti pada orang tua. Aku lihat Hanafi sudah mulai luluh, dia sempat menitikkan air mata.

“ iya kak, Hanafi sudah berjanji. Afi berbuat seperti ini karena ingin diperhatikan, afi ingin menunjukkan kalau ini adalah Hanafi. Gak takut sama siapa saja, dan melihatkan pada ayah bagaimana rasanya memiliki anak seperti Afi, yang membuat sebel semua orang. Afi benci Ayah, Afi BENCI....”

Adekku chayank, kakak tahu apa yang kamu rasakan. Tapi, janganlah membenci ayah. Walaupun begitu, dia tetap ayah kita. Ayah kakak, ayah kamu, dan ayah adek-adek kita. Sebenarnya Ayah gak mau berbuat seperti itu, tapi memang begitu adanya. Sekarang mencari pekerjaan itu susah, banyak yang menganggur. Untung saja ayah gak mau mencuri dan mabok-mabokan, soalnya kebanyakan orang seperti itu. Contohnya ada ayah teman kakak seperti itu, sudah menganggur, mabok-mabokan lagi.

Nah, sekarang kita bantu ayah untuk meringankan beban keluarga. Kakak bakalan berjualan, tenang sayank. Dan yang penting kamu harus pinter di sekolah, buat kebanggan buat keluarga. OK dek!!! Buktikan pada orang lain kalau kita BISA. Kita akan jadi orang sukses.

“ iya kak, Hanafi sayang kakak. Hanafi janji akan berubah ”.
Kakak seneng mendengarnya, o y, sekali lagi kakak minta maaf ya dek. “ iya, Afi juga minta maaf juga. Selama ini Afi udah jahat ma kakak, mengatakan hal yang kotor.
Ops, Afi udah kakak maafin kok. Sebelum Afi minta maaf, Afi is the best. Afi kebanggan kakak, kita harus ubah citra buruk tetangga terhadap keluarga kita, ujarku dengan semangat.

“ Yuppy, kakakku. Afi seneng dan bangga punya kakak seperti kak Dinda”.
Mendengar jawaban Afi, aku seneng sekali. Semoga saja ini bukan hanya obrolan mulutnya saja, jangan sampai masuk telinga kanan, keluar telinga kiri.

____ END ____

Tidak ada komentar:

Posting Komentar